Beberapa hari terakhir ini pemberitaan di televisi begitu membosankan. Kecelakaan maut di darat. Diawali dengan aksi Ngeri Afriyani Susanti dengan mobil Xenia-nya. 9 orang sekaligus meninggal karena ulahnya. Mbak Afriyani seperti menjadi trend setter saja di awal tahun 2012 ini, kecelakaan di darat setiap hari makin bertambah. Kendaraan pribadi maupun umum. Puluhan nyawa berterbangan meninggalkan jasadnya dijalanan. Terakhir aku baca di metrotvnews.com, 14 februari 2012: "Korps Lalu Lintas Mabes Polri mencatat lebih ada 10.169 kasus kecelakaan lalu-lintas di berbagai wilayah di Indonesia, sepanjang 2012. Korban meninggal akibat berbagai kecelakaan itu mencapai 1.618 orang". Tiap kali ada pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas. Aku dah males ngeliatnya. Entah harus menyalahkan siapa jika terjadi banyak kecelakaan macam itu. 14 Februari, hampir semua televisi selalu memberitakan tentang aksi masyarakat atas penolakannya terhadap salah satu Ormas di Indonesia. Mereka menilai Ormas tersebut begitu Anarki. Memang iya, aku setuju dengan pernyataan itu. Meski nama Ormas tersebut memuat Agama yang aku anut. Tapi aku belom terlalu mudeng maksud mereka yang sering melakukan perusakan di tempat-tempat umum. Karna aku yang belom terlalu kenal jauh dengan agamaku? Mbuhlah..
Lain lagi dengan cerita dari dosenku. Minggu pertama masuk kuliah. Pertemuan pertama di semester 6 ini. Seperti biasa beliau memberikan kontrak kuliah untuk disepakati dan bisa dijalanin kedepannya. Mata kuliah Perubahan Sosial. Dan seperti biasa, dosen muda terfavorit ini sering mencaci pemerintahan. Tentang seorang ayah yang telah 'ditinggal' anaknya. Di RSCM Jakarta. Karna tidak mampu membayar biaya sewa ambulance, si Ayah terpaksa membopong anaknya yang telah tiada dan mengenakan kain kafan. Ia akan naik kereta menuju Bogor. Ya, masih dengan membopong jasad anaknya. Karna banyak orang berkerumun, polisi di stasiun malah curiga kepada si Ayah. Menyangka jika mayat yang dibawa adalah karena pembunuhan. Urusan makin dipersulit. Aku cukup bengong mendengar cerita itu. Dan suara dari pak dosen makin samar aku dengar. Aku berkhayal berada di stasiun itu, dan segera ingin menolong si Ayah. Menyewakannya taksi untuk menuju ke Bogor. Dan aku yang akan membayar. Entah nanti selanjutnya aku bakal kehabisan uang saku. "NEGERI BIADAB". Pikiranku kembali di kelas. Duduk memperhatikan dosenku. Seketika saat mendengar pak R mencaci negeri ini. Malam hari, aku coba searching di internet. Mencari berita miris tersebut. Lebih ngeri dari apa yang diceritakan. Sesak dadaku membacanya dan aku harus nangis. Entah menangisi si Ayah atau menangisi negeri ini. Gak ada gunanya menangisi negeriku. Memang benar kata dosenku. Negeri biadab.
Belom hilang kisah Ayah yang membopong jasad anaknya di stasiun. Lagi2 aku harus menangisi kisah seorang Ayah dengan anaknya juga. Berjarak 1 hari dari cerita dosenku kemarin. Suatu sore menjelang ashar aku coba nyalain televisi di kos. Kali ini si Ayah menggendong putranya yang duduk di kelas 1 menuju RSUD. Anak tersebut adalah korban tabrak lari dari seorang pengendara sepeda motor. Aku gak tega ngeliat berita itu. Terdengar bahwa kepala anak itu bocor dan sebaiknya dirawat inap. Ironis. Ketika si Ayah menggendong anaknya masuk ke RSUD, tak ada satu pun dokter atau perawat yang menghampiri dan segera memberi pengobatan. Aku beraniin mata buat melototin layar tv. Bener. Ketika si Ayah mondar-mandir bingung. Dokter dan perawat yang lalu-lalang juga malah [sok] sibuk mondar-mandir aja. Kejadian itu jelas2 tersorot kamera. Setidaknya untuk jaim (jaga image) RSUDnya lah, tapi gak ada satu pun yang gagas. Si Anak mendapat perawatan ketika ada salah seorang dokter yang baru aja dateng dan melihat pasiennya belom ada yang nanganin. Sarannya memang agar di opname. Tapi, lagi2 karna terhambat.. kalian tau kan kenapa?. Berita kali ini aku simak dengan serius. Meski gak sepenuhnya mataku nyorot ke layar tv. Aku takut melihat darah. Tubuhku jadi lemas ketika melihat banyak darah atau apapun yang keliatannya menyakitkan. :(
Berita tentang si Ayah yang menggendong anaknya di RSUD itu, mengingatkan ketika 2 tahun yang lalu kakekku juga di rawat di RSUD. Sekarang sudah Almarhum. Pelayanan di RSUD yang acak2. Lebih dari 7 hari Alm. kakek bermalam di RSUD. Namun kondisi kesehatan bukannya membaik, justru malah dibikin kesalahan2 oleh dokter muda. Pernah mendapati sekali, ketika kakek di suntik oleh seorang dokter muda perempuan. Dokter itu mendekatkan jarum suntiknya di sekitar pergelangan tangan. Tepatnya dimana aku kurang tau. Aku gak mau ngeliat peristiwa sadis penyuntikan itu. Tapi dengan segera aku melihat tangan kakekku, ketika mendengar dokter muda yang panik karna kesalahannya sendiri. Sial, cairan merah itu mengalir dipergelangan tangan kakekku. Dokter muda mengusap-usapnya dengan kapas, lalu berkata "bentar yaa mbak" dan ia malah pergi gak balik2. "Pekok", kataku sambil melihatnya berjalan pergi. Tapi itu aku ucapin dalam hati kok:p. Capcus aku ke ruang jaga perawat dan memanggil salah seorang ber-jas putih disana. Karna banyak hal yang bikin jengkel, akhirnya kakek dipindahin ke rumah sakit swasta. Hanya beberapa hari disana. Kemudian dibawa pulang. Kakekku meninggal dirumah. Ketika semua anak2 dan cucunya sudah pulang dari tempat rantauan.
Mau nyalahin siapa yaa kalo banyak pelayan masyarakat yang bertindak seenaknya? Mereka baik hanya dengan orang2 berduit. Siapa yang mau berpihak pada rakyat kecil? Siapa yang mau membela dan membantu orang2 miskin? Apa salahnya pemimpin lagi? Salahnya penegak hukum? Salahnya para koruptor? Salahnya DPR (Dewan Penindas Rakyat)? Ato mungkin salahnya masyarakat sendiri?. Entah. Setidaknya beberapa cerita tersebut adalah sedikit potret tentang biadabnya negeri ini. Negeri yang kaya. Negeri tanah surga. Negeri seribu impian. Negeri seribu bencana. NEGERI NGERI.
No comments:
Post a Comment